Sabtu, 22 Juni 2013

045. Hukum Mengkonsumsi Hewan Yang Makanannya Perkara Najis/Haram

السلام عليكم ورحمة الله و بركاته


 PERTANYAAN
Aisyah Al-ghifary
assalamu 'alaikum..
bagaimana hukum bebek/itik yg memakan keong mas yg d jadikan petelur olh pemiliknya?sdgkan keong mas adlh hwn yg hdp dlm daratan dan perairan.mhn pencerahannya...
JAWABAN

   1. Haji Kosim
halal.
   2. Kang Aldie
halalan thoyyiban!

  3. Paijo Jowo Timur
sebelum membahas hukum memakan itik yang memakan keong mas, terlebih dahulu kita deskripsikan hukum daripada memakan keong,
agar supaya pembahasan tidak rancu, dan sekaligus bisa mengerucut ke arah jawaban yg terang.

Keong termasuk dalam keumuman dalil yang menunjukkan halalnya hewan
air. Allah Ta’ala berfirman,
ُﻪُﻣﺎَﻌَﻃَﻭ ِﺮْﺤَﺒْﻟﺍ ُﺪْﻴَﺻ ْﻢُﻜَﻟ َّﻞِﺣُﺃ

“Dihalalkan bagimu binatang buruan air
dan makanan (yang berasal) dari
air.” (QS. Al Maidah: 96).

Yang
dimaksud dengan air di sini bukan hanya air laut, namun juga termasuk
hewan air tawar. Karena pengertian “al bahru al maa’ “ adalah kumpulan air
yang banyak. Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksud dengan air dalam ayat di atas adalah setiap air yang di dalamnya terdapat hewan air untuk diburu (ditangkap), baik itu sungai atau kolam.” (Fathul Qodir, 2: 361, Asy Syamilah).
Dalam perkatan yang masyhur dari Ibnu ‘Abbas, yang dimaksud “shoidul bahr” dalam ayat di atas adalah hewan air yang ditangkap hidup-hidup, sedangkan yang dimaksud “tho’amuhu” adalah bangkai hewan air
(Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 5: 365).

Yang dimaksud bangkai hewan air adalah yang mati begitu saja, tanpa diketahui sebabnya.

Nah...diatas telah disebutkan bahwasanya keong termasuk hewan yang hahal. Dengan tidak secara langsung, inti dari pertanyaan neng al ghifari bahwa hukum mengkonsumsi itik petelur yang memakan keong adalah halal.

Assatidz ghoir monggo ditambah.

   4. Sanusi El Ruzy
Keong termasuk dalam keumuman dalil yang menunjukkan halalnya hewan
air.
====
Tolong ta'birnya yai..

  5. Paijo Jowo Timur
(QS. Al Maidah: 96) belum mewakili ya gus?

   7. Sanusi El Ruzy  
Paijo Jowo Timur
(QS. Al Maidah: 96) belum
mewakili ya gus?
Suka · Hapus · 1 jam yang lalu
======
Alangkah indahnya bila pean menyertakan tafsir dari ayat itu, agar qta smua tahu, apa sih yg d KEHENDAKI ayat tersebut?

Nie ada sdikit gambaran tentang SIPUT/KEONG.

الحلزون عود في جوف أنبوبة حجرية يوجد في سواحل البحار و شطوط الأنهار. و هذاه الدودة تخرج بنصف بدنها من جوف تلك الأنبوبة الصدفية و تمشي يمنة و يسرة تطلب مادة تغتذي بها. فإذا أحست بلين و رطوبة انبسطت إليها. و إذا أحست بجشونة أو صلابة انقبضت و غاصت في جوف الأنبوبة الصدفية. حذرا من المؤدي لجسمه. و إذا انسابت حرت بيتها معها. و حكمه التحريم لاستخباثه.

Silahkan di lanjudkan..
Untuk masalah keong bisa di baca di sini
Siput/Bekicot, Halalkah?

>> Dapat kayak gini saudara...

ﻭﻳﻜﺮﻩ ﺟﻼﻟﺔ ﻭﻟﻮ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﻧﻌﻢ ﻛﺪﺟﺎﺝ ﺇﻥ ﻭﺟﺪ ﻓﻴﻬﺎ ﺭﻳﺢ ﺍﻟﻨﺠﺎﺳﺔ) ﻗﻮﻟﻪ ﻭﻳﻜﺮﻩ
ﺟﻼﻟﺔ ( ﺃﻱ ﻭﻳﻜﺮﻩ ﺃﻛﻞ ﻟﺤﻢ ﺍﻟﺠﻼﻟﺔ ﻭﺑﻴﻀﻬﺎ ﻭﻛﺬﺍ ﺷﺮﺏ ﻟﺒﻨﻬﺎ ﻟﺨﺒﺮ ﺃﻧﻪ ﺻﻠﻰ
ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻧﻬﻰ ﻋﻦ ﺃﻛﻞ ﺍﻟﺠﻼﻟﺔ ﻭﺷﺮﺏ ﻟﺒﻨﻬﺎ ﺣﺘﻰ ﺗﻌﻠﻒ ﺃﺭﺑﻌﻴﻦ ﻟﻴﻠﺔ
ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ﻭﺯﺍﺩ ﺃﺑﻮ ﺩﺍﻭﺩ ﻭﺭﻛﻮﺑﻬﺎ ﻭﺍﻟﺠﻼﻟﺔ ﻫﻲ ﺍﻟﺘﻲ ﺗﺄﻛﻞ ﺍﻟﺠﻠﺔ ﻭﻫﻲ ﺑﻔﺘﺢ ﺍﻟﺠﻴﻢ ﻭﻛﺴﺮﻫﺎ ﻭﺿﻤﻬﺎ ﺍﻟﺒﻌﺮﺓ ﻛﺬﺍ ﻓﻲ ﺍﻟﻘﺎﻣﻮﺱ ﻟﻜﻦ ﺍﻟﻤﺮﺍﺩ
ﺑﻬﺎ ﻫﻨﺎ ﺍﻟﻨﺠﺎﺳﺔ ﻣﻄﻠﻘﺎ ..ﻭﻗﻮﻟﻪ ﺇﻥ ﻭﺟﺪ ﻓﻴﻬﺎ ﺭﻳﺢ ﺍﻟﻨﺠﺎﺳﺔ ﺗﻘﻴﻴﺪ ﻟﻠﻜﺮﺍﻫﺔ ﺃﻱ
ﻣﺤﻞ ﺍﻟﻜﺮﺍﻫﺔ ﺇﻥ ﻇﻬﺮ ﻓﻲ ﻟﺤﻤﻬﺎ ﺭﻳﺢ ﺍﻟﻨﺠﺎﺳﺔ ﻭﻡﺛﻠﻪ ﻣﺎ ﺇﺫﺍ ﺗﻐﻴﺮ ﻃﻌﻤﻪ ﺃﻭ
ﻟﻮﻧﻪ ﻭﻋﺒﺎﺭﺓ ﺍﻟﺘﺤﻔﺔ ﻣﻊ ﺍﻷﺻﻞ ﻭﺇﺫﺍ ﻇﻬﺮ ﺗﻐﻴﺮ ﻟﺤﻢ ﺟﻼﻟﺔ ﺃﻱ ﻃﻌﻤﻪ ﺃﻭ ﻟﻮﻧﻪ ﺃﻭ ﺭﻳﺤﻪ ﻛﻤﺎ ﺫﻛﺮﻩ ﺍﻟﺠﻮﻳﻨﻲ
ﻭﺍﻋﺘﻤﺪﻩ ﺟﻤﻊ ﻣﺘﺄﺧﺮﻭﻥ ﻭﻣﻦ ﺍﻗﺘﺼﺮ ﻋﻠﻰ ﺍﻷﺧﻴﺮ ﺃﺭﺍﺩ ﺍﻟﻐﺎﻟﺐ ﺍﻩ ﻓﺈﻥ ﻟﻢ
ﻳﻈﻬﺮ ﻣﺎ ﺫﻛﺮ ﻓﻼ ﻛﺮﺍﻫﺔ ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻧﺖ ﻻ ﺗﺄﻛﻞ ﺇﻻ ﺍﻟﻨﺠﺎﺳﺔ.
إعانة الطالبيب ج ٢ ص ٣٥١.

Monggo yg lain....

   8. Achmad Al-fandaniy
>>> Hukumnya terdapat khilaf (beda pendapat)dikalangan ulama’.Ada yang mengharamkan. Dan ada yang membolehkan ,karena ada unsure manfaatnya.

Keterangan:
1. AL-F iqhul Islami wa adillatuhu lisy syaikh Zahiliy juz IV , hal.181- 182 .
2. AL- Fiqh ‘ala Madzhabil Arba’ah juz II hal.232.
3. AL-Fiqh Islami wa adillatuhu juz ,IV hal .446.

4. AL-Bujairimiy’alal Minhaj juz ,I hal.78.

وعبارته : الفقه الاسلامى وأدلته , لوهبة الزحبلى4/181-182
ولم يشترط الحنفية هذا الشرط ( أن يكون المبيع طاهرا لانجسا )فأجزوا بيع النجاسات كشعر الخنزير وجلد الميتة لانتفاع بها إلا ما ورد النهي عن بيعه منها كالخمر والخنزير والميتة والدم كما أجازوا بيع الحيوانات المتوحشة والمتنجس الذى يمكن الانتفاع به فى الأكل والضابط عندهم أن كل ما فيه منفعة يحل شرعا فإن بيعه يجوز لأن الاعيان خلقت لمنفعة الإنسان.

وعبارة الفقه على مذهب الأربعة 2/232
(وهذا القول عند الحنفية) ويصح بيع الحشرات والهوام كالحيات والعقارب اذا كان ينتفع به. والضابط عندهم ان كل ما فيه منفعة تحل شرعا فان بيعه يجوز

>>> Dalam studi fiqih islam dikenal istilah Jallaalah, yang diperuntukkan bagi hewan ternak seperti unta, sapi, kambing, ayam dst yang memakan kotoran atau benda najis jenis apapun dengan syarat mayoritas makanannya adalah barang najis. Sedang jika kebanyakan makanannya dari barang yang suci maka tidak bisa masuk dalam kategori Jallaalah. Versi lain menurut Jumhur mengatakan bahwa standar utama apakah binatang itu termasuk Jallaalah atau tidak, bergantung kepada perubahan bau pada hewan tersebut. Jika baunya masih normal maka tidak termasuk kategori Jallaalah meski kebanyakan makananannya dari barang najis. Sebaliknya jika bau berubah meski hanya sedikit memakan barang najis maka masuk dalam kategori Jallaalah. Demikian Imam Nawawi dalam Al Majmu' menjelaskan. Dalam Al Muhadzab 1/348 juga disebutkan bahwa jika binatang ternak yang biasa diberi makanan najis hendak disembelih maka agar status Jallaalah hilang hendaknya terlebih dahulu diberi makanan suci hingga pengaruh makanan najis selama ini hilang. Pendapat ini didukung oleh Ibnu Umar, bahkan beliau memberikan standar waktu untuk unta selama empat puluh hari, untuk kambing tujuh hari dan untuk ayam tiga hari sebelum menyembelih. Menurut Ash'hab Syafii tidak ada batasan waktu, yang terpenting diberi makanan suci sebelum disembelih entah berapa hari hingga bau dari pengaruh makanan najis hilang.

Tentang memakan hewan Jallaalah, maka dalam sebuah hadits dari Ibnu Abbas ra. disebutkan:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَي عَنْ لُحُوْمِ الْجَلاَّلَةِ وَأَلْبَانِهَا

"Sesungguhnya Nabi saw melarang dari daging dan susu Jallaalah".
HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa'i.

Dari hadits ini Imam Syafii seperti tersebut dalam Bidayatul Mujatahid 2/5 menghukumi haram memakan daging hewan Jallaalah. Sementara Jumhur Ulama mengatakan Makruh Tanzih dan sebagian kelompok yang di dalamnya termasuk Abu Ishaq Al Marwazi, Al Ghozali, Imam Qoffal dan Al Baghowi menyatakan bahwa hukum memakan Jallaalah adalah Makruh Tahrim. Perlu digaris bawahi perbedaan hukum ini terjadi jika memang bau najis sangat kentara dan jelas tercium. Sementara jika bau itu tidak begitu kentara dan hanya sedikit terasa maka jelas bahwa binatang tersebut halal seratus persen. (Al Majmu' : 9 / 28 - 29 Cet : Idaaroh Lith Thiba'ah Al Muniiriyyah Mesir).

>>> ويكره جلالة ولو من غير نعم كدجاج إن وجد فيها ريح النجاسة( قوله ويكره جلالة ) أي ويكره أكل لحم الجلالة وبيضها وكذا شرب لبنها لخبر أنه صلى الله عليه وسلم نهى عن أكل الجلالة وشرب لبنها حتى تعلف أربعين ليلة رواه الترمذي وزاد أبو داود وركوبها وا
لجلالة هي التي تأكل الجلة وهي بفتح الجيم وكسرها وضمها البعرة كذا في القاموس لكن المراد بها هنا النجاسة مطلقا ..وقوله إن وجد فيها ريح النجاسة تقييد للكراهة أي محل الكراهة إن ظهر في لحمها ريح النجاسة ومثله ما إذا تغير طعمه أو لونه وعبارة التحفة مع الأصل وإذا ظهر تغير لحم جلالة أي طعمه أو لونه أو ريحه كما ذكره الجويني واعتمده جمع متأخرون ومن اقتصر على الأخير أراد الغالب اه فإن لم يظهر ما ذكر فلا كراهة وإن كانت لا تأكل إلا النجاسة

Dan makruh hukumnya memakan daging jallaalah meskipun bukan dari jenis binatang ternak seperti ayam bila terdapati bau najisnya (Keterangan dan makruh hukumnya memakan daging jallaalah) artinya hukumnya memakan daging serta telur jallaalah makruh begitu juga meminum susunya berdasarkan hadits nabi “Rasulullah SAW melarang memakan daging serta susu jallaalah hingga ia diberi makan (biasa) selama 40 malam” (HR. At-Turmudzy, dan Abu Daud menambahkan ‘dan menungganginya’). Jallaalah ialah hewan yang memakan kotoran hewan, namun yang dimaksud dalam hadits ini adalah memakan najis secara mutlak.

(Keterangan bila terdapati bau najisnya) adalah pembatasan atas hukum makruh dalam arti bila memang daging hewan tersebut terdapati bau, rasa atau warna dari najis yang menjadi makanannya maka makruh memakan dagingnya.Keterangan dalam kitab at-tuhfah “Bila nampak perubahan pada rasa, atau warna, atau bau pada daging Jallaalah sepertiyang dituturkan oleh al-Juwainy dan dijadikan pegangan oleh golongan ulama-ulama mutaakhiriin, ulama yang hanya mensyaratkan perubahan terjadi pada baunya karena menimbang pada kebiasaan terjadinya
perubahan.Dan bila tidak tampak perubahan pada bau, rasa, atau warna pada daging Jallaalah maka tidak makruh memakannya meskipun ia tidak memakan makanan selain dari barang najis.

I’aanah at-Thoolibiin II/351

>>>
Imam al-syairazy dalam al-muhazzab kitab al-ath'imah berkata: makruh hukumnya makan daging jullalah, yaitu binatang yang makanan utamanya kotoran, seperti unta sapi, kambing, atau ayam, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abbas (bahwasanya Rasul melarang menkonsumsi susu binatang jullalah) dan hukumnya tidak haram memakannya karena tidak ada perubahan daging yang mencolok, hal ini tidak mewajibkan pengharaman, jika binatang jullalah memakan makanan yang bersih dan dagingnya menjadi baik, maka hukumnya tidak makruh.

ويكره أكل الجلالة ، وهي التي أكثر أكلها العذرة من ناقة أو بقرة أو شاة أو ديك أو دجاجة ، لما روى ابن عباس رضي الله عنهما { أن النبي صلى الله عليه وسلم نهى عن ألبان الجلالة } ولا يحرم أكلها لأنه ليس فيه أكثر من تغير لحمها وهذا لا يوجب التحريم ، فإن أطعم الجلالة طعاما طاهرا وطاب لحمها لم يكره

Imam Al-nawawi dalam al-majmu' syarah al-muhazzab kitab al-ath'imah bab al-jullalah menjelaskan sebagai berikut:

(Penjelasan) hadits ibnu abbas itu shahih diriwayatkan oleh abu dawud, tirmidzi, nasa'i, dengan isnad yang shahih. Al-tirmidzi berkata : itu hadits hasan shahih. sahabat-sahabat kami berpendapat: al-jullalah adalah hewan yang memakan sampah dan benda najis, bisa jadi itu unta , sapi, kambing, ayam. Dikatakan,
jika sebagian besar makanannya adalah benda najis, maka itulah jullalah, jika makanannya sebagian besar benda suci, maka bukan disebut jullalah. Qaul shahih menurut jumhur itu tidak ada ukuran banyak sedikit. Ukurannya adalah bau. Jika menurut urf (kebiasaan) didapati bau benda najis (dalam tubuh binatang) maka itulah jullalah, jika sebaliknya, maka tidak. Jika daging binatang jullalah itu berubah, maka hukumnya itu makruh tanpa ada perselisihan.

( الشرح ) حديث ابن عباس صحيح رواه أبو داود والترمذي والنسائي بأسانيد صحيحة ، قال الترمذي : هو حديث حسن صحيح ، قال أصحابنا : الجلالة هي التي تأكل العذرة والنجاسات ، وتكون من الإبل والبقر والغنم والدجاج ، وقيل : إن كان أكثر أكلها النجاسة فهي جلالة ، وإن كان الطاهر أكثر فلا ، والصحيح الذي عليه الجمهور أنه لا اعتبار بالكثرة ، وإنما الاعتبار بالرائحة والنتن فإن وجد في عرفها وغيره ريح النجاسة فجلالة ، وإلا فلا ، وإذا تغير لحم الجلالة فهو مكروه بلا خلاف

Jadi, hukum makan daging binatang jullalah, seperti ikan lele yang diberi makan dari kotoran dan benda najis itu hukumnya makruh, jika bau kotoran atau benda najis itu dominan terdapat di dalam daging binatang jullalah itu.

والسلام عليكم ورحمة الله و بركاته

0 komentar:

Posting Komentar

Design by Abdul Munir Visit Original Post Islamic2 Template