Sabtu, 07 Juni 2014

152. Nikah Mut'ah/Misyar

Oleh Hansip Majlis pada 4 Juni 2013 pukul 10:53
Nikah mut’ah atau juga ada sebagian golongan yang menyebut Nikah Misyar, ialah pernikahan antara seorang lelaki dengan wanita dengan maskawin tertentu untuk jangka waktu yang telah di tentukan. Yang akan berakhir dengan habisnya masa tersebut, dan dalam nikah mut’ah suami tidak berkewajiban memberikan nafkah dan tempat tinggal kepada istri, juga tidak menimbulkan hokum waris-mewaris diantara keduanya.

Ada beberapa perbedaan antara nikah mut’ah dan nikah sunni (syar’i):
  • Nikah mut’ah dibatasi oleh waktu yang telah tertentukan bersama, adapun nikah sunni tidak dibatasi oleh waktu.
  • Nikah mut’ah dapat dilakukan tanpa adanya wali dan saksi, nikah sunni harus dilaksanakan di hadapan wali dan 2 saksi.
  • Nikah mut’ah tidak membatasi jumlah istri di mut’ah, nikah sunni dibatasi dengan jumlah istri, maksimal 4 orang.
  • Nikah mut’ah tidak berakibat saling mewarisi antara suami dan istri, sedangkan nikah sunni mengakibatkan hukum warisan antara keduanya juga anak-anaknya.
  • Nikah mut’ah akan berakhir dengan habisnya waktu yang telah ditentukan dalam akad atau otomatis fasakh/rusak, sedangkan dalam nikah sunni, sebuah pernikahan itu berakhir dengan adanya talaq atau meninggal dunia
  • Nikah mut’ah tidak mewajibkan suami memberikan nafkah lahir kepada istri, nikah sunni mewajibkan suami memberikan nafkah kepada istri.


Sebenarnya Hhukum Nikah Mut’ah ini telah di nasakh(di salin). Dulu memang di perbolehkan namun telah di haramkan saat perang Khandaq.
Dalam Surat An-Nisa ayat 24

( والمحصنات من النساء إلا ما ملكت أيمانكم كتاب الله عليكم وأحل لكم ما وراء ذلكم أن تبتغوا بأموالكم محصنين غير مسافحين فما استمتعتم به منهن فآتوهن أجورهن فريضة ولا جناح عليكم فيما تراضيتم به من بعد الفريضة إن الله كان عليما حكيما

Ayat di atas dijelaskan oleh para Ulama’ Tafsir sebagai berikut:
ð  Tafsir Al-qurthuby

قال ابن خويز منداد : ولا يجوز أن تحمل الآية على جواز المتعة ؛ لأن رسول الله صلى الله عليه وسلم نهى عن نكاح المتعة وحرمه ؛ ولأن الله تعالى قال فانكحوهن بإذن أهلهن ومعلوم أن النكاح بإذن الأهلين هو النكاح
الشرعي بولي وشاهدين ، ونكاح المتعة ليس كذلك . وقال الجمهور : المراد نكاح المتعة الذي كان في صدر الإسلام . وقرأ ابن عباس " فما استمتعتم به منهن إلى أجل مسمى فآتوهن أجورهن " ثم نهى عنها النبي صلى الله عليه وسلم . وأبي وابن جبير "
. وقال سعيد بن المسيب : نسختها آية الميراث ؛ إذ كانت المتعة لا ميراث فيها
. وقالت عائشة والقاسم بن محمد : تحريمها ونسخها في القرآن 3.
Imam Ibnu Khuwaiz Mindad berkata: “Tidak diperbolehkan  menggunakan ayat ini untuk melegalkan Nikah Mut’ah, karena Rasulullah SAW, melarang hal itu dan juga mengharamkannya. Dan juga karena Allah telah Berfirman “Dan Nikahilah Mereka Dengan Izin Keluarganya/Walinya”. Dan telah diketahui bersama bahwa yang dinamakna Nikah dengan izin keluarganya ialah Nikah yang sesuai Syari’at dengan adanya Wali dan dua Saksi. Sedangkan Nikah Mut’ah tidak seperti itu. Jumhur Ulama’ berkata: Yang di maksud dengan Nikah Mut’ah ialah nikah di awl-awal Islam. Ibnu Abbas, Ubaiy, dan Ibnu Jarir membaca ayat, FAMASTAMTA’TUM BIHI MINHUNNA ILA AJALIM MUSAMMA FA ATUHUNNA UJUROHUNNA. Kemudian Nabi melarang Nikah tersebut. Sa’id bin Musayyib berkata:” Ayat di Atas telah di nasakh dengan ayat Mirots (warisan) karena dalam Nikah Mut;ah tidak ada hokum waris-mewaris.”
Aisyah dan Qosim bin Muhammad berkata, Pengharaman dan Penasakhanya huga dalam Qur’an.”

ð  Tafsir Al-Baghowy

( فآتوهن أجورهن ) أي : مهورهن ، وقال آخرون : هو نكاح المتعة وهو أن ينكح امرأة إلى مدة فإذا انقضت تلك المدة بانت منه بلا طلاق ، وتستبرئ رحمها وليس بينهما ميراث ، وكان ذلك مباحا في ابتداء الإسلام ، ثم نهى عنه رسول الله صلى الله عليه وسلم .
{Fa atuuhunna Ujurohunna} Maksudnya Mahar mereka. Ulama’ lain berkata. Yang dimaksut ialah Nikh Mut’ah, yaitu menikahnya seorang lelaki dengan wanita sampai jangka waktu yang telah di tentukan. Apa bila masanya telah habis, maka secara otomatis wanita itu tertalaq ba’in meski tanpa adanya talaq. Dan wanita itu membersihkan rahimnya dan taka da ikatan waris-mewaris. Nikah tersebut di perbolehkan di masa-masa awal Islam. Kemudian setelah itu Rasulullah melarangnya.
ð  Tafsir ibnu katsir :

وقد استدل بعموم هذه الآية على نكاح المتعة ، ولا شك أنه كان مشروعا في ابتداء الإسلام ، ثم نسخ بعد ذلك . وقد ذهب الشافعي وطائفة من العلماء إلى أنه أبيح ثم نسخ ، ثم أبيح ثم نسخ ، مرتين . وقال آخرون أكثر من ذلك ، وقال آخرون : إنما أبيح مرة ، ثم نسخ ولم يبح بعد ذلك
Keumuman ayat ini diambil untuk Nikah Mut’ah. Tidak diragukan lagi bahwa  hal itu memang di Syariatkan dalam awal-awal Islam. Kemudian setelah itu, Ayat tersebut di Nasakh. Imam Syafi’I dan golongan Ulama’ berasumsi bahwa sesungguhnya Nikah Mut’ah itu diperbolehkan kemudian di Nasakh, kemudian kemudian di Nasakh lagi dua kali. Ulama’ lain berkata bahkan lebih banyak. Ulama’ lain juga berkata: Sesungguhnya Nikah Mut’ah di perbolehkan  satu 1 kali,kemudian di Nasakh
Ada Sebagian golongan yang menghalalkan Amalan Ini. Namun Yang dapat di pertanggung jawabkan, ialah Tetap HARAM

Nb: Selektiflah Dalam Menentukan Suatu Pilihan.

0 komentar:

Posting Komentar

Design by Abdul Munir Visit Original Post Islamic2 Template