Sabtu, 14 Desember 2013

127. Memasyarakatkan Syarat-Syarat Makmum Yang kurang Di Ketahui Masyarakat

السلام عليكم ورحمة الله و بركاته


 Oleh Kang MuSlimin


Makmum ialah orang shalat yang niat berjamaah dengan imam. Makmum Muwafiq ialah orang yang niat shalat berjamaah sejak pertama sampai terahir mengikuti pekerjaan shalat yang dilakukan oleh imam. Makmum Masbuq ialah orang shalat niat berjamaah setelah imam selesai satu rekaat atau lebih, atau setelah selesai imam membaca fatihah. Adapun Makmum Mufaraqah ialah orang yang makmum di tengah shalat hendak memisahkan diri (munfarid) dari jamaah karena sesuatu hal dan kemudian menyelesaikan shalatnya secara pribadi tanpa menganut pada imam.

Syarat-syarat makmum hendaklah dimasyhurkan dan dimasyarakatkan kepada orang-orang yang belum faham. Diantara mereka banyak yang mengrjakan shalat berjamaah, tetapi hanya sekedar ikut-ikutan, dan tidak mau belajar tata caranya yang diatur dalam kitab-kitab fiqih.

Istilah fiqih, apabila disebut sebagai ilmu ialah :
“Suatu bidang ilmu yang menerangkan hukum-hukum syar’iyah berbentuk amaliyah lahiriyah yang digali dari dalil-dalil syar’iyah (al-Qur’an dan al-Hadis secara terperinci)”. (Fath al-Qarib pada Hamisy al-Bajuri: I/18-19).

Maka patutlah bagi ulama mengamalkan ilmunya, menyebarkan dan mengajarkan ilmu tentang syarat-ayarat makmum kepada orang-orang awam yang belum mafhum. Akan tetapi masih pula didapati pada shalat jamaah orang-orang yang tak mau belajar kaifiyatnya. Akibatnya shalat jamaah mereka tidak sah dan mendapat dosa.

Dengan kenyataan seperti itu, maka syarat-syarat makmum wajib dijelaskan jumlah dan perinciaannya. Dari 12 macam syarat-syarat sah makmum, dibagi menjadi dua bagian. Pertama, syarat-syarat mathlub makmum, dan Kedua, syarat-syarat mathlub imam.

Mathlub makmum ialah syarat-syarat sah yang dituntut untuk dipenuhi oleh si makmum sendiri. Sedang mathlub imam ialah, syarat-syarat sah yang dituntut dan dmiliki bagi imam. Atau makmum harus mengetahui bahwa syarat lima itu harus ada pada imam. Kalau kurang dari lima syarat tadi, makmum tidak sah berjamaah dengannya. Dengan demikian 12 syarat makmum tersebut harus dipegang semuanya oleh makmum (Abyanal Hawaij: II/322).

Kedua mathlub tersebut harus diketahui oleh si makmum yang bersangkutan, karena juga sebagai syarat sah yang dilakukan si makmum.


  • Syarat Mathlub Makmum
Bahwa syarat-syarat sah yang diperintahkan untuk dipenuhi oleh makmum, atau mathlub makmum ialah sebanyak tujuh perkara:

  1. Jangan sampai tumit makmum mendahului dari tempat berdirinya imam. Tidak mengapa kalau yang mendahului hanya jari-jari kaki saj atau sepadan tumitnya dengan tumit imam. Tetapi kedua hal tersebut adalah makruh. (Fathul Mu’in: 36) 
  2. Mengetahui pada peralihan imam dalam gerakan rku’, sujud dan lainnya. Cara mengetahui boleh dengan barisan (shaf) atau dengan suara orang yang menyampaikan (mubaligh) atau dengan cara lain (Fathul Mu’in: 37)
  3. Berkumpul imam dan makmum dalam satu tempat. Jangan lebih dari tigaratus zira’ (+ 150 meter) jarak antara imam dan makmum. Hal ini apabila shalat si imam di dalam masjid, sedang makmum berada di luar masjid. Akan tetapi kalau imam dan makmum dalam satu masjid, aturan tersebut tidak berlaku. Bahkan andaikata antara imam dan makmum berjarak lebih jauh dari ketentuan itupun tidak mengapa (Fathul Mu’in: 37)
  4. Berniyat menganut kepada imam dan makmum.
  5. Muwafakati makmum terhadap shalatnya imam. Tidak sah shalat dhuhur menganut pada imam yang menshalaatkan mayat. Karena jelas berbeda praktek shalat anatara imam dan makmum. 
  6. Muwafakati pada pengamalan sunnah yang dikerjakan oleh imam. Janganlah terlalu berbeda dari sunnah yang dikerjakan oleh imam.  Seperti imam melakukan sujud shawi (sujud karena lupa), sedangkan makmum tidak melakukannya, dan demikian pula sebaliknya. Atau imam meninggalkan tahiyyat awal, sedang makmum melakukannya, dan demikian pula sebaliknya. Apabila terjadi pelanggaran “perbedaan jauh” dengan sengaja dan ia mengetahuinya, maka shalat si makmum menjadi batal. Lain masalah kalau sunnah yang dikerjakan itu tidak terlalu jauh berbeda dengan imam, maka shalatnya tidak batal. Seperti imam membaca qunut, sedang si makmum tidak membacanya, atau sebaliknya (Fathul Mu’in: 37).
  7. Takbiratl Ihram si makmum setelah selesai takbiratul ihramnya imam.

  • Syarat-syarat Mathlub Imam 
Bahwa syarat-syarat yang harus terpenuhi (mathlub) oleh imam ialah sebanyak lima perkara. Akan tetapi syarat lima perkara itu merupakan tuntutan untuk diketahui oleh makmum, ialah:

  1. Keyakinan atau kemantapan hati si makmum terhadap shalatnya imam tidak salah. Artinya makmum sudah tidak ragu-ragu lagi atas kebenaran shalatnya imam. Salah satu contoh imam yang sudah dikenal benar bacaannya, benar praktek shalatnya. Contoh lain orang Ahlussunnah makmum kepada Ahlussunnah. Tidak sah makmum kepada imam beda firqoh /aliran Murji’ah, Kharajiya, Qadariyah, Jabariyah. syi'ah Bermazhab Syafi’i bermakmum kepada imam bermazhab Syafi’i.
  2. Seorang imam itu bukan orang yang sedang makmum, baik ketika sendirian shalatnya (munfarid) ataupun niat menjadi imam shalat. Artinya makmum tidak menemukan sesuatu sebab imam akan mengulang kembali shalatnya nanti (mu’adah), misalnya hadtsnya imam, kufurnya imam dan lain-lain. Seperti dalam Hamisy Busyral Karim disebutkan:
ولوصلّى خلفة ثمّ تبيّن كفره او جنوبه اوكونه امرأة او مأموما اوامّيّاااعادها لاان بان محدثا او جنبااوعليه نجاسة خفيّة او ظاهرة. هامش يشرى الكريم الجزءالاول:123)

“Jika seorang shalat di belakang imam, kemudian ternyata kufurnya, atau gilanya si imam, atau adanya imam perempuan, atau sedang makmum, atau ummy, maka mengulanglah makmum akan shalatnya.”

Al-Muqaddimatul Hadlramiyah Ahmad Ibnu Hajar al-Haitami mengatakan:

ومحلّ هذاوماقبله في غير الدمعة وفيها ان زدالاماعلى الاربعين والاّ بطلت لبتلان صلاة الامام فلم يتمّ العدد , مختصر بفضال هامش الحوشي المدانية جزئ:2 صحفه: 11.

“Dan tempatnya ini dan yang sebelumnya itu pada selain shalat Jum’at, dan pada Jum’at jika lebih imam itu dari 40 orang. Dan jika tidak lebih dari 40 orang batallah Jum’at, karena batalnya shalat imam, maka tidak sempurnalah bilangan 40 orang”. (Mukhtashar: II/11)
      
       3.  Shalatnya iamam tidak akan wajib mengulang.
     4.  Bacaan imam jangan ummy (rusak), baik karena malas belajar atau terdapat padanya uzur, kalau ternyata si makmum itu qari’ (benar bacaan) di dalam Fatihah atau ayat al-Qur’an. Tidak sah pula ummy makmum dengan imam ummy yang berbeda umminya dari bacaan huruf. 
       5. Imam itu harus benar-benar orang lelaki, kalau makmum itu juga lelaki, atau khuntsa
 
Gambaran makmum sembilan orang itu sah dalam lima perkara:
(1) makmum lelaki dengan lelaki,
(2) wanita dengan lelaki,
(3) khuntsa dengan lelaki,
(4) wanita dengan khuntsa, dan
(5) wanita dengan wanita.

Dan batal dalam empat perkara:
(1) makmum lelaki dengan wanita,
(2) lelaki dengan khuntsa,
(3) khuntsa dengan wanita,
(4) khuntsa dengan khuntsa

(Syarh Kasyifat al-Syaja’ ala Safinat al-Naja: 89)

lalu bagaimana bila imam tersebut belum baligh, tapi dia laki laki...

jawabnya : SAAAAAAAAAH....

Kalangan Syafi’iyyah mengabshah kan dan membolehka nnya namun dalam kondisi normal hendaknya tidak menjadikan  imam shalat kecuali yang telah dewasa yang tahu tentang shalat agar dapat mengatasi hal-hal yang tiba-tiba terjadi dalam shalat.

(فرع) في مذاهب العلماء في صحة امامة الصبى للبالغين: قد ذكرنا ان مذهبنا صحتها وحكاه ابن المنذر عن الحسن البصري واسحق ابن راهويه وابي ثور قال وكرهها عطاء والشعبى ومجاهد ومالك والثوري واصحاب الرأى وهو مروى عن ابن عباس وقال الاوزاعي لا يؤم في مكتوبة الا ان لا يكون فيهم من يحفظ شيئا من القرآن غيره فيؤمهم المراهق وقال الزهري ان اضطروا إليه أمهم قال ابن المنذر وبالجواز اقول وقال العبدرى قال مالك وأبو حنيفة تصح امامة الصبى في النفل دون الفرض وقال داود لا تصح في فرض ولا نفل وقال احمد لا تصح في الفرض وفى والنفل روايتان وقال القاضى أبو الطيب قال أبو حنيفة ومالك والثوري والاوزاعي واحمد واسحق لا يجوز ان يكون اماما في مكتوبة ويجوز في النفل قال وربما قال بعض الحنفية لا تنعقد صلاته

SUB BAHASAN  
MENERANGKAN TENTANG PENDAPAT MADZHAB ULAMA DALAM KEABSAHAN MENJADI IMAM SHALATNYA BOCAH ATAS ORANG-ORAN G DEWASA  

Telah kami sebutkan bahwa dikalangan  kami ((Syafi’iyyah) mengabshah kan keimaman bocah atas orang dewasa pendapat demikian dihkayahka n oleh Ibn Mundzir dari Hasan al-Bashri,  Ishaq, Ibn Rahaawih dan Abu Tsaur, sedang Imam ‘Atha’, as-Syi’bi,  Mujahid, Malik dan ats-Tsaury  serta para Ashab ar-Ra’yi dengan meriwayatk an dari Ibn Abbas memakruhka nnya.

al-Auzaa’i  berkata “Jangan dijadikan imam shalat lima waktu kecuali bila disana tidak terdapati seorangpun  yang hafal sedikitpun  dari ayat-ayat al-Quran”.  
az-Zuhry berkata “Bila dibutuhkan  (terpaksa)  jadikan ia imam”.

Sedang dalam kebolehan menjadi imamnya seorang bocah atas orang dewasa dalam shalat diatas Ibn Mundzir menyatakan  beberapa pendapat :  

al-‘Abdari  berkata “Imam Malik dan Abu Hanifah sah dalam shalat sunat bukan shalat wajib”.

Daud berkata “Tidak sah dalam shalat wajib ataupun shalat sunat”.

Imam Ahmad berkata “Sah dalam shalat wajib sedang dalam shalat sunat terdapat dua riwayat”.  

al-Qadhi Abu Thayyib, Abu Hanifah, Malik, ats-Tsauri , al-Auzaa’i , Ahmad dan Ishaq berkata “Tidak boleh dalam shalat wajib dan boleh dalam shalat sunat

dan sebagian kalangan Hanafiyyah  menyatakan  tidak sah shalatnya” Al-Majmuu ala Syarh al-Muhadzd zab IV/249

إمَامَةُ الصَّبِيِّ  لم يَبْلُغْ * + ( قال الشَّافِعِ يُّ ) رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى إذَا أَمَّ الْغُلَامُ  الذي لم يَبْلُغْ الذي يَعْقِلُ الصَّلَاةَ  وَيَقْرَأُ  الرِّجَالَ  الْبَالِغِ ينَ فإذا أَقَامَ الصَّلَاةَ  أَجْزَأَتْ هُمْ إمَامَتُهُ  وَالِاخْتِ يَارُ أَنْ لَا يَؤُمَّ إلَّا بَالِغٌ وَأَنْ يَكُونَ الْإِمَامُ  الْبَالِغُ  عَالِمًا بِمَا لَعَلَّهُ يَعْرِضُ له في الصَّلَاةِ

Menjadi imamnya bocah yang belum baligh Imam Syafi’i berkata “Bila bocah yang belum baligh namun ia telah mengerti tentang shalat dan tahu bacaan-bac annya mengimami orang-oran g yang telah dewasa maka boleh keimamanny a namun dalam kondisi normal hendaknya tidak menjadikan  imam shalat kecuali yang telah dewasa yang tahu tentang shalat agar dapat mengatasi hal-hal yang tiba-tiba terjadi dalam shalat. Al-Umm I/166



Link Asal: Dari Sini





 والسلام عليكم ورحمة الله و بركاته

0 komentar:

Posting Komentar

Design by Abdul Munir Visit Original Post Islamic2 Template